Lembaran Putih Abu-abu


Chapter 1 
            “Satu, dua, tiga,” teriak angkatan 27 sambil melempar topi toga masing-masing. Hari ini adalah wisudaku. Semua orang tua mendampingi anaknya, termasuk Mama dan Papaku. Mereka menyempatkan diri untuk hadir dalam momen yang istimewa ini. Walaupun mereka tau, kalau aku gagal masuk SMA Negeri, sesuai dengan keinginan Mama dan Papa. Tapi, mereka tetap mendukung dan selalu ada untukku, meski tidak sepanjang waktu karena sibuk dengan pekerjaan. Halo namaku Anggun Az-Zara, teman-temanku memanggilku dengan nama Anggun. 3 tahun aku belajar dengan sungguh-sungguh agar dapat masuk sekolah favorit sesuai dengan keinginan Mama dan Papa. Tapi, jika memang takdirku seperti ini aku harus bisa menerimanya dengan lapang dada. Aku masuk di sekolah Garuda, sekolah swasta yang cukup elit menurutku. Kini, Mama dan Papa memperbolehkanku mengikuti berbagai kegiatan, mereka tak lagi menargetku agar aku bisa menjadi orang yang memiliki nama. Tapi, tetap saja aku ingin membuat mereka bangga dengan pencapaianku nantinya.
            Kring,, kring,, suara jam bekerku. Hari ini adalah hari pertamaku sekolah, aku berangkat pagi dengan Mama dan Papa. Sayangnya, mereka harus pergi ke luar kota untuk beberapa hari. Bukan kali ini saja Mama dan Papa ke luar kota, memang karena proyek dan tugasnya. Meskipun mereka sering tidak di rumah, tapi perhatian mereka sangat berarti untukku. Aku masuk kelas 10 IPS 1, kelas pertamaku di SMA ini. Aku duduk diam dan menulis di buku dairiku. Tiba-tiba 2 anak perempuan menghampiriku.
            “Hai, aku Nada, dan ini Lia,” ucap anak yang memakai kacamata.
            “Hai, namaku Anggun,” jawabku.
Kami banyak bercerita, mengobrol dan tertawa bersama. Mereka adalah 2 anak yang pertama menjadi temanku di SMA. Sepulang sekolah ada tes OSIS, organisasi yang selama ini aku idamkan. “Waw, pasti akan sangat menyenangkan ketika aku gabung di OSIS, memakai jas, dan bisa ikut kepanitiaan acara. Pasti seru,” gumamku. Aku mengikuti 3 tahap tes, yang pertama yaitu tes tulis, kedua yaitu tes wawancara, dan yang ketiga yaitu tes bakat dan minat. Yang ketiga adalah tes yang sangat kusukai, terlebih lagi aku memiliki hobi menari. Pengumumannya aka nada di madding akhir pecan ini.
            Mentari begitu terik, keringatku mulai bercucuran. Aku lupa tidak membawa uang saku, jadi aku harus berjalan 4 blok untuk sampai di rumah. Apalagi sepatu yang ku kenakan solnya cukup tinggi, dan melelahkan jika dibuat berjalan. Tiba-tiba ada mobil berwarna putih mendekat.
            “Hai Anggun, ayo pulang bareng kita,” ucap Lia.
            “Eh kalian. Boleh-boleh,” ucap Anggun.
            “Kenapa kamu jalan?” tanya Nada.
            “Aku lupa membawa uang saku untuk naik angkot, hehe,” jawab Anggun.
“Lain kali jangan sungkan untuk bareng kita, mulai hari ini kita akan jadi sahabat,” ujar Lia.
“Ahsiapppp,” ucap Anggun.
Kami melanjutkan perjalanan. Di dalam mobil, Nada memutar lagu You Are The Reason, dan bernyanyi bersama-sama. There goes my heart beating, cause you are the reason, i'm losing my sleep, please come back now. Sesampainya di rumahku, Lia dan Nada tidak ingin mampir karena akan shopping. Aku bergegas ke halaman belakang untuk memberi makan kucing kesayanganku. Setelah itu aku ganti baju dan membuat nasi goreng. Sore ini aku akan pergi untuk mencari novel di gramedia.
            Saat di gramedia, aku bertemu dengan beberapa teman kelasku. Ada Vira, Risa, Aysa, dan Dela. Ternyata mereka juga ada di gramedia. Kami mengobrol banyak, dan mereka bilang hanya jalan-jalan saja dan tidak berniat membeli apapun. Kami memutuskan untuk berkeliling bersama, saat berkeliling, aku melihat spanduk bertuliskan puteri remaja. Tiba-tiba au tertarik dengan ajang pencarian puteri itu, Risa memintaku untuk mendaftar karena pengunjung tidak terlalu ramai. Dela menemaniku untuk mendaftar, sementara Vira dan Risa sedang asik melihat tas yang serba 35.000, dasar suka diskonan, hehe. Setelah mendaftar, aku mendapatkan tiket yang nantinya harus dibawa saat audisi. Setelah itu kami beranjak untuk membeli ice cream, aku dan Vira rasa taro, sedangkan Dela dan Risa rasa durian. Kami akan pulang dengan naik metromini. Tiba-tiba ada anak lelaki yang tidak sengaja menabrak bahuku dan ice cream yang ku pegang tumpah di hodienya. Vira memarahi anak laki-laki itu, akhirnya ia minta maaf kepadaku.
            “Maaf aku tidak sengaja,” ucapnya.
            “Tak apa, ini aku ada sapu tangan. Bersihkan sisa kotoran itu,” ucapku.
            “Sudahla, ayo pergi,” Ajak Risa.
Akhirnya kami pun pergi meninggalkannya. Seharusnya aku juga meminta maaf, karena ice creamku membuat hodienya kotor. Mereka memutuskan untuk main ke rumah, hitung-hitung agar aku memiliki teman ketika Mama dan Papa sedang ke luar kota. Kami bermain uno, poker, dan menonton film horor bersama. Risa dan Dela berteriak tepat di telingaku, mungkin aku harus periksa ke dokter, takutnya telingaku tak dapat berfungsi dengan baik, hehe. Ternyata, Risa memiliki hobi yang sama denganku, yaitu menari. Ia berjanji akan ikut exkul tari bersamaku, agar aku ada temannya.
            Setelah puas menonton film, Dela mengajak kami untuk membuat video tutorial make up. Akhirnya aku mengambil tripod dan kamera yang dibelikan Papa bulan lalu. Tok, tok, tok, suara ketukan pintu yang amat jelas. Tidak ada satu pun dari kami yang berani membukanya, mungkin karena terlalu banyak film yang kami tonton. Hari juga sudah gelap. Tok, tok, tok, suara ketukan itu kembali terdengar, Risa berlari dan bersembunyi di balik sofa. Kami yang takut pun ikut berlari mengikuti Risa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Luka Negeriku

Kedai Kopi di Gang Modin

Panggil Saja Aku TEGAR