Lembaran Putih Abu-abu
Last Chapter
Hari
ini Dito mengajakku jalan-jalan. Ia tak mengabariku sebelumnya, untung saja aku
tidak jadi pergi dengan Risa dan Dela. Ia mengajakku ke sebuah restoran, tempat
yang cukup ideal untuk setiap
pasangan. Dito menyuruhku untuk menutup mata, ketika aku membuka mata, kudapati
sebuah kalung liontin yang indah, ia menyuruhku untuk memakainya.
“Pakailah,
ini untukmu,” ucap Dito.
“Baiklah,”
jawabku.
Liontin yang cantik, ia berkilau
karena sinar rembulan. Tiba-tiba Dito menyatakan perasaannya kepadaku. Mungkin
karena gerogi, aku menjawab tersendat-sendat. Kami resmi berpacaran mala mini,
malam yang mungkin tidak bisa aku lupakan. Ketika kami berjalan menuju parkiran
mobil, aku melihat Alita memperhatikan kami dengan tatapan sinis. Aku tidak
terlalu menghiraukannya saat itu, kemudian Dito mengantarkanku pulang.
Sesampainya di rumah, tiba-tiba Alita datang dan mendorongku, aku terjatuh dan
betisku berdarah karena terkena batu.
“Hash,”
ucap Alita.
“Aduh,
kamu gila ya,” ucapku.
“Kamu
yang gila, sok baik, tapi busuk,” teriaknya.
“Apa
maksudmu?” tanyaku dan berusaha bangun.
“Kau merebut Dito dariku,
kami dulu pacaran, sejak Dito mengenalmu, ia lalu meninggalkanku,” jawabnya.
“Apakah itu salahku,
mungkin Dito punya alasan yang lain,” ucapku.
“Tidak usah sok suci,
apalagi sok polos,” ucap Alita sekali lagi mendorongku.
Tanpa aku sadari sedang
melaju sebuah mobil dari arah kananku, lalu menabrakku, kemudian melaju kencang
dan pergi. Aku yang sudah berlumuran darah dan tidak sadarkan diri, kemudian
pingsan. Orang-orang disekitar membawaku ke rumah sakit Mulya. Mama dan Papa
yang sedang di luar kota, langsung menghampiriku dan membatalkan seluruh kontraknya
dengan rekan kerjanya. 3 hari aku tidak sadarkan diri, kecelakaan itu
menyebabkan pendarahan serius dibagian kepala. Mama tak berhenti khawatir,
begitu juga Papa. Sahabatku selalu menjengukku sepulang sekolah dan selalu
menemaniku.
“Kapan
Anggun akan sadar, apa dia akan mati?” tanya Aysa.
“Aysa,
diamlah, Anggun akan sembuh,” ucap Lia.
“Sudah
3 hari ia tidak sadar,” ucap Nada.
“Beberapa
orang melihat Anggun dengan seorang gadis pada malam itu,” ucap Dela.
“Apa itu Alita? dia kan
mantannya Dito, kemana lagi Dito, ia tak menjenguk Anggun sama sekali,” ucap
Vira.
“Audisi puteri remaja
akan berlangsung minggu depan, jika Anggun tidak hadir, ia akan
didiskualifikasi,” ucap Risa.
“Aku harap Anggun segera
sadar,” ucap Lia.
Mungkin ini yang dinamakan keajaiban
tuhan, saat semua sahabatnya berbindang-bincang di samping Kasur Anggun.
Tangannya bergerak, kelopak matanya terbuka sedikit demi sedikit.
“Lia,
aku takut,” ucap Aysa.
“Kenapa
kamu?” tanya Lia.
“Mata
Anggun terbuka,” ucap Aysa.
Semua langsung menghampiri Anggun,
mereka menanyakan ada apa dan kenapa ia bisa seperti ini.
“Kamu
siuman,” ucap vira.
“Siapa
yang membuatmu jadi seperti ini?” tanya Dela.
“Apamu
yang sakit?” tanya Risa.
“Diamlah teman-teman, aku
bisa kehabisan oksigen jika kalian tanya sekarang, dan jangan mengerumuniku,” ucapku
tersendat-sendat.
“Siap,” teriak semua
bersamaan.
Setelah kondisiku mulai
membaik, aku sudah boleh pulang. Tapi, Mama dan Papa tidak memperbolehkanku
masuk sekolah sebelum kesehatanku benar-benar pulih. Hari ini, Vira, Nada, Lia,
dan Risa akan pergi ke mall untuk berbelanja beberapa kebutuhanku untuk audisi,
mereka sangat baik. Usut punya usut, mereka bertemu dengan Alita dan Dito yang
sedang jalan berdua. Mungkin memang Vira adalah yang paling dendam dengan
Alita, ia menghampirinya dahulu.
“Dito,
kenapa kamu tidak menjenguk Anggun?” tanya Vira.
“Anggun?
bukankah ia sedang ada di luar kota,” ucap Dito.
“Sudahla
Dit, kenapa kamu mendengarkan mereka, ayo kita pergi,” ucap Alita.
“Gaada
yng suruh lo ngomong!” bentak Vira.
“Dito, Anggun dirawat di
rumah sakit, ia tertabrak mobil setelah Alita mendorongnya,” ucap Nada.
“Alita? apakah benar
semua ini? kamu bilang jika Anggun sedang di luar kota,” tanya Dito marah.
“Ngapain kamu dengerin
mulut mereka,” jawab Alita.
“Lo tuli ya, Dito tanya
apa, malah jawabnya apa,” ucap Nada.
“Lo biasa aja, gausa
nyolot,” ucap Alita.
“Emang kenapa jika kita
nyolot, hati kamu sudah mati saat kamu merusak hubungan Vira dengan pacarnya,”
ucap Lia.
“Rehan memang tidak cocok
dengan Vira,” ucap Alita.
“Tau apa kamu soal saya!”
bentak Vira mendorong Alita.
“Stop Vira jangan kasar,” ucap Dito.
“Dito, please jangan buta, dia wanita jahat,”
ucap Lia.
Aku menyusul mereka karena ada
sesuatu yang belum tercantum di daftar belanja. Aku mendapati Dito dan Alita
serta semua sahabatku bersiteru.
“Ada
apa ini?” tanyaku.
“Anggun,
kamu sama siapa kesini?” tanya Lia.
“Dengan
Aysa, jawab dulu ada apa?” tanyaku.
“Anggun,
kepalamu kenapa?” tanya Dito.
“Untuk apa kamu bertanya,
ini ambil kembali kalungmu, aku tidak membutuhkannya,” ucap Anggun.
“Ayo kita pergi Nggun,”
ajak Risa dan Aysa.
“Apa kalian tidak mau
mendengar suatu fakta,” ucap Alita tersenyum.
“Fakta apa?” tanya Nada
sinis.
“Dito pacaran dengan
Anggun, hanya karena ia ingin menang taruhan dengan teman-temannya, bukan
karena cinta,” ucap Alita.
Semua orang yang mendengarkan
perseteruan kami kaget.
“Apa
kamu gila Dito,” bentar Vira.
“Kamu
sudah termakan omongan pelakor ini,” ucap Lia.
“Teman-teman, aku sudah
tau, Vino memberitahuku saat ia main ke rumah tadi, maka dari itu aku
memutuskan untuk menyusul kalian,” ucapku.
“Anggun, aku bisa
jelaskan,” ucap Dito.
“Cukup! ini pertama kali
hatiku salah memilih, dan kamu Dito, terima kasih sudah menjadi bagian dari
mimpi burukku,” bentakku.
“Ayo kita pulang,” ucap
Nada.
“Pulang sana,” ucap Alita
sinis.
“Apa lo, urusan kita
belum selesai, saya sedih melihat lelaki yang dibodohi oleh anda. Mereka
percaya dengan racun, tapi suatu saat kamu akan menelan racun itu sendiri,”
ucap Vira.
“Ayo kita pulang,”
ucapku.
Kami bergegas
meninggalkan Dito dan Alita. Vira memberiku semangat untuk tetap tersenyum. Ya
tuhan, aku beruntung memiliki sahabat seperti mereka. Aku tidak lagi memikirkan
soal hati, aku harus focus untuk ajang puteri remaja. Tunggu dulu, aku terpilih
menjadi puteri remaja sekaligus pasangan bagi Vino. Begitupun Nada dan Vira
yang menemukan pasangan mereka. Kami berambisi untuk masuk PTN bersama, dan
tetap bersahabat sampai waktu yang kami pun tak tahu kapan.
“Vira,
nanti undang kita ke acara resepsimu ya,” ucap Lia.
“Teman-teman,
kita harus focus kuliah dulu,” jawab Vira.
“Tak
apa, kamu dan Nada kan duluan,” ucap Lia.
“Kira-kira,
aka nada pelakor seperti Alita lagi gak ya,” ucap Aysa.
“Diamlah
Aysa,” ucap Risa dan Dela.
“Aku
kan hanya bertanya, huh,” jawab Aysa kesal.
Kami pun memeluknya dengan erat
sampai ia tidak bisa bernafas. Momen ini yang akan kami kenang selalu, dan kami
ceritakan kepada anak-anak kami nantinya. Seru jika anak-anak kami akan menjadi
sahabat seperti kami nantinya. Banyak pelajaran yang bisa diambil dari cerita
ini, jika ada yang menghalangi tujuanmu, singkirkanlah sementara. Ia pasti akan
mencarimu jika kau sukses nanti. Berlian akan bersinar jika terkena cahaya,
maka dari itu hidup ini harus saling melengkapi, seperti persahabatan kita.
Komentar
Posting Komentar